Wednesday, April 21, 2010

SE - 08/PJ.5/1995

Peraturan Terkait
11 TAHUN 1994 PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
597/KMK.04/1994 SAAT DIMULAINYA PEMANFAATAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD ATAU JASA KENA PAJAK DARI LUAR DAERAH PABEAN, PENGHITUNGAN, SERTA TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORANNYA

Peraturan Detail :
Print

Perihal : SAAT DIMULAINYA PEMANFAATAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD ATAU JASA KENA PAJAK DARI LUAR DAERAH PABEAN, PENGHITUNGAN, SERTA TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORANNYA (SERI PPN 7-95)

Tanggal Terbit : Jumat, 17 Maret 1995

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
17 Maret 1995

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 08/PJ.5/1995

TENTANG

SAAT DIMULAINYA PEMANFAATAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD ATAU JASA KENA PAJAK
DARI LUAR DAERAH PABEAN, PENGHITUNGAN, SERTA TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN,
DAN PELAPORANNYA (SERI PPN 7-95)

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 597/KMK.04/1994 tanggal
21 Desember 1994 tentang Saat Dimulainya Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Atau Jasa Kena
Pajak Dari Luar Daerah Pabean, Penghitungan, Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya,
maka untuk pelaksanaannya diberikan penjelasan sebagai berikut :

1. Pengertian Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean
1.1. Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak hanya disebut sebagai berasal dari
luar Daerah Pabean apabila orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau
berkedudukan di luar Daerah Pabean menyerahkannya ke dalam Daerah Pabean tidak
melalui atau tidak atas nama Bentuk Usaha Tetapnya yang berada di dalam Daerah Pabean.
Apabila penyerahannya dilakukan melalui atau atas nama Bentuk Usaha Tetap yang berada
di dalam Daerah Pabean, maka terhadap penyerahan tersebut berlaku ketentuan PPN atas
penyerahan dalam negeri.

1.2. Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dapat berupa hak-hak seperti
hak paten, hak oktroi, hak cipta, dan hak menggunakan merek dagang, yang dimanfaatkan
oleh orang pribadi atau badan, baik yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak maupun
yang berstatus bukan sebagai Pengusaha Kena Pajak, di dalam Daerah Pabean Indonesia.

1.3. Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dapat berupa jasa-jasa sebagai berikut :
a. Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean, yang melekat pada atau ditujukan untuk
barang tidak bergerak yang berada dalam Daerah Pabean dan dimanfaatkan oleh
orang pribadi atau badan, baik yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak
maupun yang berstatus bukan sebagai Pengusaha Kena Pajak, di dalam Daerah
Pabean Indonesia. Misalnya jasa perencanaan atau penggambaran bangunan.

b. Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean, yang melekat pada atau ditujukan untuk
barang bergerak yang berada atau dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean dan
dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, baik yang berstatus sebagai Pengusaha
Kena Pajak maupun yang berstatus bukan sebagai Pengusaha Kena Pajak, di dala
Daerah Pabean Indonesia. Misalnya jasa persewaan rig atau pengeboran minyak dan
jasa persewaan alat-alat berat.

c. Jasa yang dilakukan secara phisik di dalam Daerah Pabean.
Misalnya jasa konsultan, jasa pengacara, jasa akuntan, dan jasa surveyor.

2. Saat terutang PPN dan saat dimulainya pemanfaatan

2.1. Saat terutangnya pajak atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) Undang-
undang No. 11 Tahun 1994, terjadi pada saat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa
Kena Pajak tersebut mulai dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean Indonesia.

2.2. Saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari
luar Daerah Pabean adalah saat yang diketahui terjadi lebih dahulu dari peristiwa-peristiwa
sebagai berikut :

a. Saat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak secara nyata
dimanfaatkan, meskipun belum didukung bukti-bukti formal seperti kontrak atau
perjanjian tertulis. Pengertian pemanfaatan secara nyata dapat diartikan antara
lain telah digunakannya Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak
sesuai dengan tujuannya. Misalnya, dalam hal pemanfaatan merek dagang, telah
dibuat label dan dijahit atau ditempel pada Barang Kena Pajak yang diproduksi.

b. Saat harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak
dinyatakan sebagai utang, yang didukung antara lain dengan adanya surat pengakuan
utang atau telah dicatat dalam pembukuan sebagai utang, maupun berdasarkan
bukti-bukti lain.

c. Saat Harga Jual Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Penggantian Jasa Kena
Pajak ditagih oleh pihak yang menyerahkan, yaitu antara lain didukung dengan bukti
penagihan, baik tertulis maupun tidak tertulis, dari pihak yang menyerahkan kepada
pihak yang memanfaatkan.

d. Saat harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak
dibayar, baik sebagian atau seluruhnya, oleh pihak yang memanfaatkan.

2.3. Dalam hal saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean tidak diketahui, maka saat dimulainya pemanfaatan Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak tersebut adalah tanggal ditandatanganinya
kontrak atau perjanjian.

3. Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, dihitung sesuai dengan keadaannya, dengan salah satu
cara diantara cara-cara penghitungan sebagai berikut :
3.1. 10 % x jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang
menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak,
apabila dalam jumlah tersebut tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

Contoh : jumlah yang dibayarkan = Rp 110.000.000
PPN yang terutang = 10% x Rp 110.000.000 = Rp 11.000.000

3.2. 10/110 x jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang
menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak,
apabila berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis diketahui bahwa jumlah
tersebut sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

Contoh : Jumlah yang dibayarkan (termasuk PPN) = Rp 110.000.000
PPN yang terutang = 10/110 x Rp 110.000.000 = Rp 10.000.000

3.3. 10% x jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang
menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak,
dalam hal :
a. tidak ditemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis untuk
pembayaran termaksud, atau
b. ditemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis akan tetapi tidak
dengan tegas dinyatakan bahwa dalam jumlah kontrak atau
perjanjian sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

Contoh : Jumlah yang dibayarkan = Rp 110.000.000
PPN yang terutang = 10% x Rp 110.000.000 = Rp 11.000.000

4. Kewajiban orang pribadi atau badan uang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean Indonesia

Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam butir 3 dipungut oleh orang
pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di Indonesia yang
memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena dari luar Daerah Pabean.

Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean harus mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak untuk memperoleh
Nomor Pokok Wajib Pajak kepada Kantor Pelayanan Pajak yang berwenang atas wilayah tempat
tinggal atau tempat kedudukan orang pribadi atau badan tersebut.

5. Penyetoran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut
5.1. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam butir 4, harus
disetorkan ke Kas Negara selambat-lambatnya pada tanggal 15 bulan berikutnya setelah
bulan terjadinya pemungutan. Tempat penyetoran dimaksud adalah Kantor Pos dan Giro, atau
bank-bank yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran sebagai bank persepsi.

5.2. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut harus disetorkan oleh pihak yang memanfaatkan
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama Wajib Pajak Luar Negeri yang menyerahkan
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean. Surat
Setoran Pajak Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean diperlakukan sebagai Faktur Pajak sepanjang
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor KEP-54/PJ/1994 tanggal 29 Desember 1994 dan PPN yang tercantum didalam Faktur
Pajak tersebut dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan sesuai ketentuan yang berlaku.

Dalam mengisi SSP untuk penyetoran PPN yang dipungut oleh pihak yang memanfaatkan
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean ini perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. pada huruf A kolom "Nama Wajib Pajak" dan "Alamat" diisi nama dan alamat orang
pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan diluar Daerah Pabean
yang menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak ke
dalam Daerah Pabean.

b. pada huruf B untuk kolom "NPWP" diisi dengan angka 0 (nol) pada 8 (delapan) digit
pertama dan kode Kantor Pelayanan Pajak dari pihak yang memanfaatkan Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak

c. pada kotak " Wajib Pajak/Penyetor" di sudut kiri bawah diisi nama dan NPWP pihak
yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak.

5.3. Bagi Pengusaha Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut dan disetor harus
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk Masa Pajak
terjadinya penyetoran. Dalam hal pembayaran PPN tersebut berkaitan dengan kegiatan usaha
yang terutang PPN, maka PPN tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tersebut diperlakukan sebagai laporan
pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean.

5.4. Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak Wajib melaporkan pemungutan
dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam butir 4 dan 5
selambat-lambatnya pada tanggal 20 dari bulan dilakukannya penyetoran, dengan
mempergunakan lembar ke-3 Surat Setoran Pajak kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat
orang pribadi atau badan tersebut terdaftar sebagai Wajib Pajak.

Demikian untuk disebarluaskan dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd

FUAD BAWAZIER


PPN ATAS DOWNLOAD SOFTWARE DARI INTERNET INVOICE LUAR NEGRI

Peraturan Terkait
11 TAHUN 1994 PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
597/KMK.04/1994 SAAT DIMULAINYA PEMANFAATAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD ATAU JASA KENA PAJAK DARI LUAR DAERAH PABEAN, PENGHITUNGAN, SERTA TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORANNYA

Peraturan Detail :
Print

Perihal : SAAT DIMULAINYA PEMANFAATAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD ATAU JASA KENA PAJAK DARI LUAR DAERAH PABEAN, PENGHITUNGAN, SERTA TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORANNYA (SERI PPN 7-95)

Tanggal Terbit : Jumat, 17 Maret 1995

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
17 Maret 1995

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 08/PJ.5/1995

TENTANG

SAAT DIMULAINYA PEMANFAATAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD ATAU JASA KENA PAJAK
DARI LUAR DAERAH PABEAN, PENGHITUNGAN, SERTA TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN,
DAN PELAPORANNYA (SERI PPN 7-95)

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 597/KMK.04/1994 tanggal
21 Desember 1994 tentang Saat Dimulainya Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Atau Jasa Kena
Pajak Dari Luar Daerah Pabean, Penghitungan, Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya,
maka untuk pelaksanaannya diberikan penjelasan sebagai berikut :

1. Pengertian Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean
1.1. Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak hanya disebut sebagai berasal dari
luar Daerah Pabean apabila orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau
berkedudukan di luar Daerah Pabean menyerahkannya ke dalam Daerah Pabean tidak
melalui atau tidak atas nama Bentuk Usaha Tetapnya yang berada di dalam Daerah Pabean.
Apabila penyerahannya dilakukan melalui atau atas nama Bentuk Usaha Tetap yang berada
di dalam Daerah Pabean, maka terhadap penyerahan tersebut berlaku ketentuan PPN atas
penyerahan dalam negeri.

1.2. Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dapat berupa hak-hak seperti
hak paten, hak oktroi, hak cipta, dan hak menggunakan merek dagang, yang dimanfaatkan
oleh orang pribadi atau badan, baik yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak maupun
yang berstatus bukan sebagai Pengusaha Kena Pajak, di dalam Daerah Pabean Indonesia.

1.3. Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dapat berupa jasa-jasa sebagai berikut :
a. Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean, yang melekat pada atau ditujukan untuk
barang tidak bergerak yang berada dalam Daerah Pabean dan dimanfaatkan oleh
orang pribadi atau badan, baik yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak
maupun yang berstatus bukan sebagai Pengusaha Kena Pajak, di dalam Daerah
Pabean Indonesia. Misalnya jasa perencanaan atau penggambaran bangunan.

b. Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean, yang melekat pada atau ditujukan untuk
barang bergerak yang berada atau dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean dan
dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, baik yang berstatus sebagai Pengusaha
Kena Pajak maupun yang berstatus bukan sebagai Pengusaha Kena Pajak, di dala
Daerah Pabean Indonesia. Misalnya jasa persewaan rig atau pengeboran minyak dan
jasa persewaan alat-alat berat.

c. Jasa yang dilakukan secara phisik di dalam Daerah Pabean.
Misalnya jasa konsultan, jasa pengacara, jasa akuntan, dan jasa surveyor.

2. Saat terutang PPN dan saat dimulainya pemanfaatan

2.1. Saat terutangnya pajak atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) Undang-
undang No. 11 Tahun 1994, terjadi pada saat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa
Kena Pajak tersebut mulai dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean Indonesia.

2.2. Saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari
luar Daerah Pabean adalah saat yang diketahui terjadi lebih dahulu dari peristiwa-peristiwa
sebagai berikut :

a. Saat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak secara nyata
dimanfaatkan, meskipun belum didukung bukti-bukti formal seperti kontrak atau
perjanjian tertulis. Pengertian pemanfaatan secara nyata dapat diartikan antara
lain telah digunakannya Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak
sesuai dengan tujuannya. Misalnya, dalam hal pemanfaatan merek dagang, telah
dibuat label dan dijahit atau ditempel pada Barang Kena Pajak yang diproduksi.

b. Saat harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak
dinyatakan sebagai utang, yang didukung antara lain dengan adanya surat pengakuan
utang atau telah dicatat dalam pembukuan sebagai utang, maupun berdasarkan
bukti-bukti lain.

c. Saat Harga Jual Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Penggantian Jasa Kena
Pajak ditagih oleh pihak yang menyerahkan, yaitu antara lain didukung dengan bukti
penagihan, baik tertulis maupun tidak tertulis, dari pihak yang menyerahkan kepada
pihak yang memanfaatkan.

d. Saat harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak
dibayar, baik sebagian atau seluruhnya, oleh pihak yang memanfaatkan.

2.3. Dalam hal saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean tidak diketahui, maka saat dimulainya pemanfaatan Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak tersebut adalah tanggal ditandatanganinya
kontrak atau perjanjian.

3. Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, dihitung sesuai dengan keadaannya, dengan salah satu
cara diantara cara-cara penghitungan sebagai berikut :
3.1. 10 % x jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang
menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak,
apabila dalam jumlah tersebut tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

Contoh : jumlah yang dibayarkan = Rp 110.000.000
PPN yang terutang = 10% x Rp 110.000.000 = Rp 11.000.000

3.2. 10/110 x jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang
menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak,
apabila berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis diketahui bahwa jumlah
tersebut sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

Contoh : Jumlah yang dibayarkan (termasuk PPN) = Rp 110.000.000
PPN yang terutang = 10/110 x Rp 110.000.000 = Rp 10.000.000

3.3. 10% x jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang
menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak,
dalam hal :
a. tidak ditemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis untuk
pembayaran termaksud, atau
b. ditemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis akan tetapi tidak
dengan tegas dinyatakan bahwa dalam jumlah kontrak atau
perjanjian sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

Contoh : Jumlah yang dibayarkan = Rp 110.000.000
PPN yang terutang = 10% x Rp 110.000.000 = Rp 11.000.000

4. Kewajiban orang pribadi atau badan uang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean Indonesia

Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam butir 3 dipungut oleh orang
pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di Indonesia yang
memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena dari luar Daerah Pabean.

Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean harus mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak untuk memperoleh
Nomor Pokok Wajib Pajak kepada Kantor Pelayanan Pajak yang berwenang atas wilayah tempat
tinggal atau tempat kedudukan orang pribadi atau badan tersebut.

5. Penyetoran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut
5.1. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam butir 4, harus
disetorkan ke Kas Negara selambat-lambatnya pada tanggal 15 bulan berikutnya setelah
bulan terjadinya pemungutan. Tempat penyetoran dimaksud adalah Kantor Pos dan Giro, atau
bank-bank yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran sebagai bank persepsi.

5.2. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut harus disetorkan oleh pihak yang memanfaatkan
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama Wajib Pajak Luar Negeri yang menyerahkan
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean. Surat
Setoran Pajak Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean diperlakukan sebagai Faktur Pajak sepanjang
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor KEP-54/PJ/1994 tanggal 29 Desember 1994 dan PPN yang tercantum didalam Faktur
Pajak tersebut dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan sesuai ketentuan yang berlaku.

Dalam mengisi SSP untuk penyetoran PPN yang dipungut oleh pihak yang memanfaatkan
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean ini perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. pada huruf A kolom "Nama Wajib Pajak" dan "Alamat" diisi nama dan alamat orang
pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan diluar Daerah Pabean
yang menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak ke
dalam Daerah Pabean.

b. pada huruf B untuk kolom "NPWP" diisi dengan angka 0 (nol) pada 8 (delapan) digit
pertama dan kode Kantor Pelayanan Pajak dari pihak yang memanfaatkan Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak

c. pada kotak " Wajib Pajak/Penyetor" di sudut kiri bawah diisi nama dan NPWP pihak
yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak.

5.3. Bagi Pengusaha Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut dan disetor harus
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk Masa Pajak
terjadinya penyetoran. Dalam hal pembayaran PPN tersebut berkaitan dengan kegiatan usaha
yang terutang PPN, maka PPN tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tersebut diperlakukan sebagai laporan
pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean.

5.4. Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak Wajib melaporkan pemungutan
dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam butir 4 dan 5
selambat-lambatnya pada tanggal 20 dari bulan dilakukannya penyetoran, dengan
mempergunakan lembar ke-3 Surat Setoran Pajak kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat
orang pribadi atau badan tersebut terdaftar sebagai Wajib Pajak.

Demikian untuk disebarluaskan dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd

FUAD BAWAZIER