Thursday, June 4, 2009

KASUS KURS PAJAK FAKTUR PAJAK

TANGGAPAN ATAS SURAT PT KEY MANAGEMENT CONSULTANT
Sehubungan surat Saudara tanggal 25 Februari 2000 dan faksimile tanggal 14 Maret 2000 dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam surat dan faksimile tersebut dijelaskan hal-hal sebagai berikut :
a. Pertanyaan PPh :
1) Pada saat pendirian dalam tahun 1996, modal dasar suatu PT adalah sebesar US $100,000 dan modal yang ditempatkan sebesar US $25,000 dengan kurs Rp. 2.500,00. Pada tahun 1998 terdapat sisa modal yang belum ditempatkan sebesar US $75,000 dan disetor penuh dengan kurs Rp. 7.500,00. Atas permasalahan tersebut, Saudara menanyakan perlakuan perpajakan terhadap selisih kurs yang terjadi.
2) Berkaitan dengan kunjungan seminggu sekali ke klien yang dilaksanakan oleh perusahaan Saudara untuk memberikan jasa konsultan di bidang manajemen, Saudara menanyakan apakah kegiatan ini termasuk dalam pengertian ikut serta secara langsung dalam pelaksanaan manajemen sesuai SE-02/PJ.42/2000 tanggal 11 Februari 2000.
b. Pertanyaan PPN :
1) Apakah pengenaan PPN terutang sebesar 1% x harga jual emas perhiasan yang disamakan dengan PKP Pedagang Eceran yang diatur dalam SE-31/PJ.52/1995 tanggal 11 Juli 1995 tentang pengkreditan Pajak Masukan atas impor dan penyerahan emas batangan yang PPN-nya Ditanggung oleh Pemeritah (PPN-DTP) serta atas penyerahan emas perhiasan jo. SE-58/PJ.52/1995 4 Desember 1995 tentang penyempurnaan ke-1 atas SE-31/PJ.52/1995 - seri PPN 23-95 masih berlaku, mengingat dengan berlakunya Keppres Nomor 37 Tahun 1998 tanggal 9 Maret 1998 maka atas impor dan penyerahan emas batangan di dalam Daerah Pabean tidak lagi ditanggung oleh Pemerintah.
2) Apabila masih berlaku, bagaimana tata cara pengisian Faktur Pajak Standar, dikaitkan dengan pengenaan tarif 1% tersebut.
2. Pajak Penghasilan :
a. Pertanyaan sehubungan dengan keuntungan selisih kurs pada saat penyetoran modal.
1) Berdasarkan Pasal 28 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 antara lain diatur bahwa Wajib Pajak badan di Indonesia diwajibkan menyelenggarakan pembukuan yang diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
2) Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah dibuah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 antara lain diatur bahwa harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti penyertaan modal tidak termasuk sebagai objek pajak.
3) Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 330/KMK.04/1999 tentang Penyelenggaraan Pembukuan Dalam Bahasa Asing dan Mata Uang Selain Rupiah jo. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-45/PJ.42/1999 antara lain diatur bahwa untuk transaksi dalam tahun berjalan yang dilakukan dengan mata uang dollar Amerika Serikat, pembukuannya dicatat sesuai dengan dokumen transaksi yang bersangkutan.
4) PSAK No. 21 tentang Akuntansi Ekuitas antara lain mengatur bahwa jenis saham yang dalam akta pendiriannya dalam bentuk Rupiah, setoran saham dalam bentuk mata uang asing dinilai dengan kurs berlaku pada tanggal setoran.
5) Berdasarkan uraian di atas dengan ini ditegaskan :
- Pencatatan transaksi yang menyangkut modal dalam pembukuan Wajib Pajak dilakukan pada saat dilakukannya penyetoran modal.
Dengan demikian, perbedaan kurs yang terjadi pada saat penempatan modal dan saat penyetorannya tidak menyebabkan keuntungan atau kerugian karena selisih kurs.
- Dalam hal Wajib Pajak telah diijinkan untuk menggunakan mata uang dollar dalam pembukuannya, setoran modal yang diterima dalam mata uang dollar dicatat sesuai dengan dokumen transaksi yang bersangkutan.
- Dalam hal Wajib Pajak menggunakan mata uang Rupiah dalam pembukuannya, penyetoran modal dicatat sebesar jumlah setoran dalam mata uang dollar yang dikonversi ke dalam mata uang Rupiah yang berlaku pada saat transaksi.
b. Pertanyaan sehubungan dengan keikutsertaan secara langsung dalam jasa konsultasi manajemen.
1) Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-08/PJ.222/1984 tanggal 15 Maret 1984 antara lain diatur bahwa jasa manajemen adalah pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam pelaksanaan manajemen.
2) Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-02/PJ.42/2000 tanggal 11 Februari 2000 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Jasa Manajemen dan Jasa Konsultan di Bidang Manajemen, dalam pengertian umum yang dimaksud dengan jasa konsultan adalah pemberian advis profesional dalam suatu bidang usaha, kegiatan, atau pekerjaan yang dilakukan tenaga ahli atau perkumpulan tenaga ahli, yang tidak disertai dengan keterlibatan langsung para tenaga ahli tersebut dalam pelaksanaannya.
Pengertian terlibat langsung dalam hal ini adalah apabila konsultan yang bersangkutan ikut serta dalam pelaksanaan manajemen atau terlibat dalam pengendalian manajemen klien yang bersangkutan.
3) Berdasarkan uraian tersebut di atas dengan ini ditegaskan bahwa kunjungan seminggu sekali ke klien untuk memberikan jsa konsultan di bidang manajemen sepanjang PT Key Management Consultant tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan manajemen klien yang bersangkutan, maka pemberian advis profesional dalam suatu bidang usaha, kegiatan, atau pekerjaan bukanlah termasuk dalam pengertian ikut serta secara langsung.
3. Pajak Pertambahan Nilai
a. Berdasarkan Pasal 4 huruf a dan b jo. Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 (UU PPN), PPN dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha sebesar 10%.
b. Berdasarkan Pasal 1 huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1999, PKP Toko Emas dan PKP Pabrikan Emas Perhiasan termasuk dalam pengertian Pedagang Eceran, yaitu tidak bertindak sebagai penyalur kepada pedagang lainnya dan menyerahkan Barang Kena Pajak melalui suatu tempat penjualan eceran seperti toko, kios, atau dengan cara penjualan yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir.
c. Berdasarkan Pasal 1 angka 4 Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1986 jo. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1996, atas impor dan penyerahan emas batangan PPN yang terutang Ditanggung Pemerintah (DTP). Dengan berlakunya Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 1998 jo butir 7 huruf b SE-31/PJ.51/1998 tanggal 2 Juni 1998, atas impor dan penyerahan emas batangan terutang PPN.
d. Sesuai butir 3 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-58/PJ.52/1995 tanggal 4 Desember 1995, PKP Toko Emas maupun PKP Pabrikan Emas Perhiasan yang menggunakan norma dalam penghitungan PPN yang harus disetor disamakan dengan PKP Pedagang Eceran yang menggunakan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak.
e. Sesuai SE-31/PJ.52/1995 tanggal 11 Juli 1995, agar PPN atas penyerahan emas batangan yang DTP dapat dinikmati baik oleh PKP yang terkait dalam mata rantai industri emas dan perdagangan emas maupun oleh konsumen, sehingga perlakuan PPN atas usaha di bidang emas diatur khusus yang antara lain adalah PKP Toko Emas/PKP Pabrikan Emas Perhiasan dapat menghitung PPN yang harus dibayar oleh PKP yang bersangkutan adalah sebagai berikut :
- PPN yang terutang = 10% x Harga Jual Emas Perhiasan
- PPN DTP atas emas murni yang terkandung dalam emas perhiasan dan Pajak Masukan lainnya yang dapat dikreditkan = 90% x PPN yang terutang.
- PPN yang harus dipungut dari pembeli dan dibayar ke kas negara
= (100% - 90%) x 10% Harga Jual Emas Perhiasan atau 1% x harga Jual Emas Perhiasan.
f. Sesuai butir 1.4 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : 06/PJ.52/1995 tanggal 15 Pebruari 1995 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-20/PJ.52/1996 tanggal 4 Juni 1996, PPN yang harus dibayar ke Kas Negara untuk PKP Pedagang Eceran ditetapkan sebesar 1% dari DPP dan jumlah tersebut merupakan hasil penghitungan antara Pajak Keluaran dan Pajak Masukan, sehingga Pajak Masukan yang telah dibayar atas pembelian Barang Kena Pajak yang berhubungan dengan kegiatan usaha tidak dapat dikreditkan lagi, kecuali jika Pedagang Eceran tersebut memilih menghitung PPN yang harus dibayar sesuai dengan ketentuan umum penghitungan PPN.
g. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa :
1) Dengan berlakunya Keppres Nomor 37 Tahun 1998, secara yuridis SE-31/PJ.52/1995 dan SE-58/PJ.52/1995 sudah tidak berlaku sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 1998 yaitu sejak 9 Maret 1998.
Dengan demikian maka pengusaha emas perhiasan yang membeli emas batangan sebagai bahan baku wajib membayar PPN yang terutang sebesar 10%. Oleh karena itu mekanisme dalam uraian kedua Surat Edaran tersebut tidak berlaku lagi sejak tanggal 9 Maret 1998, sehingga pengusaha emas perhiasan dapat melakukan pengkreditan Pajak Masukan, sesuai dengan mekanisme yang umum berlaku.
2) Dengan berlakunya Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 1998 tanggal 9 Maret 1998 maka PKP Toko Emas dan PKP Pabrikan Emas dapat memilih sebagai Pedagang Eceran atau sebagai Pengusaha Kena Pajak. Dengan demikian PKP Toko Emas dan PKP Pabrikan Emas Perhiasan dapat memilih menghitung PPN yang terutang dengan memilih Nilai Lain sebagai DPP (pengenaan tarif efektif 1%) atau tidak memilih Nilai Lain sebagai DPP (menggunakan mekanisme perhitungan yang umum berlaku sehingga PKP Pabrikan Emas Perhiasan dapat melakukan pengkreditan Pajak Masukan).
3) Tata cara pengisian Faktur Pajak Standar, mengikuti aturan yang berlaku sesuai Pasal 13 ayat (5) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengna Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 (UU PPN 1984).
Demikian untuk dimaklumi.
A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR,
ttd
IGN MAYUN WINANGUN


SURAT
S-270/PJ.311/2000
Ditetapkan tanggal 6 Juli 2000
TANGGAPAN ATAS SURAT PT KEY MANAGEMENT CONSULTANT
Sehubungan surat Saudara tanggal 25 Februari 2000 dan faksimile tanggal 14 Maret 2000 dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam surat dan faksimile tersebut dijelaskan hal-hal sebagai berikut :
a. Pertanyaan PPh :
1) Pada saat pendirian dalam tahun 1996, modal dasar suatu PT adalah sebesar US $100,000 dan modal yang ditempatkan sebesar US $25,000 dengan kurs Rp. 2.500,00. Pada tahun 1998 terdapat sisa modal yang belum ditempatkan sebesar US $75,000 dan disetor penuh dengan kurs Rp. 7.500,00. Atas permasalahan tersebut, Saudara menanyakan perlakuan perpajakan terhadap selisih kurs yang terjadi.
2) Berkaitan dengan kunjungan seminggu sekali ke klien yang dilaksanakan oleh perusahaan Saudara untuk memberikan jasa konsultan di bidang manajemen, Saudara menanyakan apakah kegiatan ini termasuk dalam pengertian ikut serta secara langsung dalam pelaksanaan manajemen sesuai SE-02/PJ.42/2000 tanggal 11 Februari 2000.
b. Pertanyaan PPN :
1) Apakah pengenaan PPN terutang sebesar 1% x harga jual emas perhiasan yang disamakan dengan PKP Pedagang Eceran yang diatur dalam SE-31/PJ.52/1995 tanggal 11 Juli 1995 tentang pengkreditan Pajak Masukan atas impor dan penyerahan emas batangan yang PPN-nya Ditanggung oleh Pemeritah (PPN-DTP) serta atas penyerahan emas perhiasan jo. SE-58/PJ.52/1995 4 Desember 1995 tentang penyempurnaan ke-1 atas SE-31/PJ.52/1995 - seri PPN 23-95 masih berlaku, mengingat dengan berlakunya Keppres Nomor 37 Tahun 1998 tanggal 9 Maret 1998 maka atas impor dan penyerahan emas batangan di dalam Daerah Pabean tidak lagi ditanggung oleh Pemerintah.
2) Apabila masih berlaku, bagaimana tata cara pengisian Faktur Pajak Standar, dikaitkan dengan pengenaan tarif 1% tersebut.
2. Pajak Penghasilan :
a. Pertanyaan sehubungan dengan keuntungan selisih kurs pada saat penyetoran modal.
1) Berdasarkan Pasal 28 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 antara lain diatur bahwa Wajib Pajak badan di Indonesia diwajibkan menyelenggarakan pembukuan yang diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
2) Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah dibuah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 antara lain diatur bahwa harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti penyertaan modal tidak termasuk sebagai objek pajak.
3) Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 330/KMK.04/1999 tentang Penyelenggaraan Pembukuan Dalam Bahasa Asing dan Mata Uang Selain Rupiah jo. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-45/PJ.42/1999 antara lain diatur bahwa untuk transaksi dalam tahun berjalan yang dilakukan dengan mata uang dollar Amerika Serikat, pembukuannya dicatat sesuai dengan dokumen transaksi yang bersangkutan.
4) PSAK No. 21 tentang Akuntansi Ekuitas antara lain mengatur bahwa jenis saham yang dalam akta pendiriannya dalam bentuk Rupiah, setoran saham dalam bentuk mata uang asing dinilai dengan kurs berlaku pada tanggal setoran.
5) Berdasarkan uraian di atas dengan ini ditegaskan :
- Pencatatan transaksi yang menyangkut modal dalam pembukuan Wajib Pajak dilakukan pada saat dilakukannya penyetoran modal.
Dengan demikian, perbedaan kurs yang terjadi pada saat penempatan modal dan saat penyetorannya tidak menyebabkan keuntungan atau kerugian karena selisih kurs.
- Dalam hal Wajib Pajak telah diijinkan untuk menggunakan mata uang dollar dalam pembukuannya, setoran modal yang diterima dalam mata uang dollar dicatat sesuai dengan dokumen transaksi yang bersangkutan.
- Dalam hal Wajib Pajak menggunakan mata uang Rupiah dalam pembukuannya, penyetoran modal dicatat sebesar jumlah setoran dalam mata uang dollar yang dikonversi ke dalam mata uang Rupiah yang berlaku pada saat transaksi.
b. Pertanyaan sehubungan dengan keikutsertaan secara langsung dalam jasa konsultasi manajemen.
1) Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-08/PJ.222/1984 tanggal 15 Maret 1984 antara lain diatur bahwa jasa manajemen adalah pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam pelaksanaan manajemen.
2) Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-02/PJ.42/2000 tanggal 11 Februari 2000 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Jasa Manajemen dan Jasa Konsultan di Bidang Manajemen, dalam pengertian umum yang dimaksud dengan jasa konsultan adalah pemberian advis profesional dalam suatu bidang usaha, kegiatan, atau pekerjaan yang dilakukan tenaga ahli atau perkumpulan tenaga ahli, yang tidak disertai dengan keterlibatan langsung para tenaga ahli tersebut dalam pelaksanaannya.
Pengertian terlibat langsung dalam hal ini adalah apabila konsultan yang bersangkutan ikut serta dalam pelaksanaan manajemen atau terlibat dalam pengendalian manajemen klien yang bersangkutan.
3) Berdasarkan uraian tersebut di atas dengan ini ditegaskan bahwa kunjungan seminggu sekali ke klien untuk memberikan jsa konsultan di bidang manajemen sepanjang PT Key Management Consultant tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan manajemen klien yang bersangkutan, maka pemberian advis profesional dalam suatu bidang usaha, kegiatan, atau pekerjaan bukanlah termasuk dalam pengertian ikut serta secara langsung.
3. Pajak Pertambahan Nilai
a. Berdasarkan Pasal 4 huruf a dan b jo. Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 (UU PPN), PPN dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha sebesar 10%.
b. Berdasarkan Pasal 1 huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1999, PKP Toko Emas dan PKP Pabrikan Emas Perhiasan termasuk dalam pengertian Pedagang Eceran, yaitu tidak bertindak sebagai penyalur kepada pedagang lainnya dan menyerahkan Barang Kena Pajak melalui suatu tempat penjualan eceran seperti toko, kios, atau dengan cara penjualan yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir.
c. Berdasarkan Pasal 1 angka 4 Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1986 jo. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1996, atas impor dan penyerahan emas batangan PPN yang terutang Ditanggung Pemerintah (DTP). Dengan berlakunya Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 1998 jo butir 7 huruf b SE-31/PJ.51/1998 tanggal 2 Juni 1998, atas impor dan penyerahan emas batangan terutang PPN.
d. Sesuai butir 3 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-58/PJ.52/1995 tanggal 4 Desember 1995, PKP Toko Emas maupun PKP Pabrikan Emas Perhiasan yang menggunakan norma dalam penghitungan PPN yang harus disetor disamakan dengan PKP Pedagang Eceran yang menggunakan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak.
e. Sesuai SE-31/PJ.52/1995 tanggal 11 Juli 1995, agar PPN atas penyerahan emas batangan yang DTP dapat dinikmati baik oleh PKP yang terkait dalam mata rantai industri emas dan perdagangan emas maupun oleh konsumen, sehingga perlakuan PPN atas usaha di bidang emas diatur khusus yang antara lain adalah PKP Toko Emas/PKP Pabrikan Emas Perhiasan dapat menghitung PPN yang harus dibayar oleh PKP yang bersangkutan adalah sebagai berikut :
- PPN yang terutang = 10% x Harga Jual Emas Perhiasan
- PPN DTP atas emas murni yang terkandung dalam emas perhiasan dan Pajak Masukan lainnya yang dapat dikreditkan = 90% x PPN yang terutang.
- PPN yang harus dipungut dari pembeli dan dibayar ke kas negara
= (100% - 90%) x 10% Harga Jual Emas Perhiasan atau 1% x harga Jual Emas Perhiasan.
f. Sesuai butir 1.4 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : 06/PJ.52/1995 tanggal 15 Pebruari 1995 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-20/PJ.52/1996 tanggal 4 Juni 1996, PPN yang harus dibayar ke Kas Negara untuk PKP Pedagang Eceran ditetapkan sebesar 1% dari DPP dan jumlah tersebut merupakan hasil penghitungan antara Pajak Keluaran dan Pajak Masukan, sehingga Pajak Masukan yang telah dibayar atas pembelian Barang Kena Pajak yang berhubungan dengan kegiatan usaha tidak dapat dikreditkan lagi, kecuali jika Pedagang Eceran tersebut memilih menghitung PPN yang harus dibayar sesuai dengan ketentuan umum penghitungan PPN.
g. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa :
1) Dengan berlakunya Keppres Nomor 37 Tahun 1998, secara yuridis SE-31/PJ.52/1995 dan SE-58/PJ.52/1995 sudah tidak berlaku sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 1998 yaitu sejak 9 Maret 1998.
Dengan demikian maka pengusaha emas perhiasan yang membeli emas batangan sebagai bahan baku wajib membayar PPN yang terutang sebesar 10%. Oleh karena itu mekanisme dalam uraian kedua Surat Edaran tersebut tidak berlaku lagi sejak tanggal 9 Maret 1998, sehingga pengusaha emas perhiasan dapat melakukan pengkreditan Pajak Masukan, sesuai dengan mekanisme yang umum berlaku.
2) Dengan berlakunya Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 1998 tanggal 9 Maret 1998 maka PKP Toko Emas dan PKP Pabrikan Emas dapat memilih sebagai Pedagang Eceran atau sebagai Pengusaha Kena Pajak. Dengan demikian PKP Toko Emas dan PKP Pabrikan Emas Perhiasan dapat memilih menghitung PPN yang terutang dengan memilih Nilai Lain sebagai DPP (pengenaan tarif efektif 1%) atau tidak memilih Nilai Lain sebagai DPP (menggunakan mekanisme perhitungan yang umum berlaku sehingga PKP Pabrikan Emas Perhiasan dapat melakukan pengkreditan Pajak Masukan).
3) Tata cara pengisian Faktur Pajak Standar, mengikuti aturan yang berlaku sesuai Pasal 13 ayat (5) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengna Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 (UU PPN 1984).
Demikian untuk dimaklumi.
A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR,
ttd
IGN MAYUN WINANGUN

No comments:

Post a Comment