JENIS : SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : S-1112/PJ.322/2005
TANGGAL : 30 DESEMBER 2005
PERIHAL : PERTANYAAN PENGENAAN PPN ATAS INSENTIF/BONUS
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 09 September 2005 hal sebagaimana tersebut pada pokok surat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Surat Saudara pada dasarnya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
a. Kenyataan di lapangan pemberian insentif/bonus/hadiah dan penghargaan yang terjadi pada beberapa produsen seperti ABC, BCA, PQR, dll kepada dealer/distributornya tidak diperhitungkan secara jelas dan transparan dengan jumlah yang signifikan. Atas pemberian insentif/bonus/hadiah dan penghargaan ini tidak dikenakan PPN tetapi hanya dipotong PPh Pasal 21 untuk Wajib Pajak Pribadi atau PPh Pasal 23 untuk Wajib Pajak Badan, berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-12/PJ.43/2002 tentang Intensifikasi Kewajiban Pemotong PPh dan PPN Dalam Rangka Peningkatan Potensi Perpajakan;
b. Saudara memohon penjelasan dan penegasan apakah atas pemberian insentif/bonus/hadiah dan penghargaan, merupakan objek PPN mengingat margin Laba Kotor yang diperoleh distributor hanya sekitar 5%. Seringkali terjadi margin tersebut lebih kecil bahkan hingga 0%, sehingga Pajak Keluaran = Pajak Masukan. Kondisi tersebut menyebabkan PPN terutang lebih kecil hingga nihil, padahal dealer menerima bonus/insentif/hadiah dan penghargaan.
2. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, diatur antara lain:
a. Pasal 1A ayat (1) huruf d, yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena pajak.
Dalam memori penjelasan Pasal 1A ayat (1) huruf d disebutkan bahwa pemberian cuma-cuma diartikan sebagai pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, antara lain pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.
b. Pasal 4, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
- Huruf a, penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
- Huruf c, penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-87/PJ./2002 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Pemakaian Sendiri dan atau Pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak, antara lain mengatur:
a. Pasal 1 angka 3, dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan pemberian cuma-cuma adalah Barang Kena Pajak adalah pemberian yang diberikan tanpa imbalan pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, termasuk pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.
b. Pasal 4:
- Ayat (1), atas pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak baik yang dilakukan secara tersendiri atau menyatu dengan barang yang dijual terutang Pajak Pertambahan Nilai dan harus diterbitkan Faktur Pajak;
- Ayat (5), Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan untuk menghitung besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang terutang adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor.
c. Pasal 5 ayat (1), disamping dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, atas pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak produksi sendiri yang tergolong mewah, juga dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
4. Sesuai dengan pengertian dan peristilahan perdagangan insentif adalah penghargaan yang diberikan terhadap suatu subjek karena kinerja yang melampaui suatu standar yang telah ditetapkan.
5. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas serta memperhatikan isi surat Saudara pada angka 1 dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
a. Atas pemberian bonus/insentif/hadiah/penghargaan dari main dealer kepada dealer/distributor sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya atau imbalan prestasi terutang PPN.
b. Dalam hal bonus/insentif/hadiah/penghargaan tersebut diberikan dalam bentuk Barang Kena Pajak, maka atas pemberian bonus/insentif/hadiah/penghargaan tersebut termasuk dalam kategori pemberian cuma-cuma dan atas penyerahannya terutang PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada butir 4 di atas, serta harus diterbitkan Faktur Pajak.
Demikian disampaikan.
DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN,
ttd
HERRY SUMARDJITO
PENEGASAN ATAS PAJAK MASUKAN ATAS PEMBELIAN BARANG UNTUK PROMOSI
Surat Dirjen Pajak : S-1136/PJ.54/2000
Tanggal : 21-Jul-2000
--------------------------------------------------------------------------------
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX, tanggal 22 Juni 2000 hal sebagaimana tersebut pada
pokok surat, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam surat Saudara dijelaskan bahwa:
a. PT ABC adalah Wajib Pajak yang bergerak di bidang industri sabun cuci dan mandi. Dalam
rangka menghadapi persaingan, perusahaan Saudara melakukan promosi yaitu dengan
cara setiap penjualan sabun detergent 1 Kg (AAA 1 Kg) dikaitkan dengan sebuah piring
sebagai barang promosi kepada konsumen dan harga jual sabun sudah termasuk harga
barang promosi.
b. Selajutnya Saudara mohon penjelasan:
b.1. Apakah Pajak Masukan atas pembelian barang promosi tersebut dapat dikreditkan
dengan Pajak Keluaran.
b.2. Apakah atas penyerahan barang promosi tersebut masih dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai.
2. Dalam Pasal 1 huruf n dan o Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 diatur bahwa:
a. Huruf (n), Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual atau Penggantian atau Nilai
Impor atau Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dipakai
sebagai dasar untuk menghitung pajak terutang.
b. Huruf (o), Harga jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk
pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan
dalam Faktur Pajak.
3. Dalam pasal 9 ayat (8) Undang-undang yang sama beserta penjelasannya diatur bahwa Pajak
Masukan yang tidak dapat dikreditkan antara lain bagi pengeluaran untuk perolehan Barang Kena
Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha.
Dalam memori penjelasannya dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan pengeluaran yang
berhubungan langsung dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan
produksi, distribusi, pemasaran dan manajemen. Selanjutnya agar Pajak Masukan dapat
dikreditkan, juga harus memenuhi syarat bahwa pengeluaran tersebut berkaitan dengan
adanya penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai.
4. Berdasarkan ketentuan sebagaimana diuraikan pada butir 2 dan 3 serta dengan memperhatikan isi
surat Saudara pada butir 1, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut:
a. Dalam hal harga jual sabun detergent 1 Kg (AAA 1 Kg) sudah termasuk harga barang
promosi, maka atas barang promosi tersebut tidak perlu lagi dikenakan Pajak Pertambahan
Nilai secara tersendiri.
b. Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar perusahaan atas perolehan barang promosi tersebut
dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran atas penyerahan sabun detergent.
Demikian untuk dimaklumi.
DIREKTUR,
ttd
MOCH. SOEBAKIR
malam pak mau nanya ,gimana jika hadiah penghargaannya berupa uang trus si pemberi hadiah memotong pph 23,si penerima haruskah mengeluarkan faktur pajak,karna kan kedua wp nya sama sama sudah pkp....mohon dijawab ya pak
ReplyDeletemakasih....