Thursday, June 4, 2009

PERATURAN TENTANG METERAI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15/PMK.03/2005

TENTANG

BENTUK, UKURAN, WARNA, DAN DESAIN METERAI TEMPEL TAHUN 2005

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa dalam rangka untuk meningkatkan pengamanan meterai tempel sebagai upaya untuk
menghindari/mencegah tindakan pemalsuan terhadap meterai tempel, perlu dilakukan perubahan
terhadap bentuk, ukuran, warna, dan desain meterai tempel Tahun 2002;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut di atas, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Keuangan tentang Bentuk, Ukuran, Warna, dan Desain Meterai Tempel Tahun 2005;

Mengingat :

1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3313);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai Dan Besarnya
Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3950);
3. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG BENTUK, UKURAN, WARNA, DAN DESAIN METERAI TEMPEL
TAHUN 2005.


Pasal 1

Bentuk, ukuran, warna, dan desain Meterai Tempel Tahun 2005 nominal Rp. 3.000,00 (tiga ribu rupiah) adalah
sebagai berikut :

a. bentuk meterai tempel nominal Rp. 3.000,00 (tiga ribu rupiah) adalah segi empat dengan ukuran 32
mm x 24 mm;

b. cetakan dasar terdiri dari garis-garis yang berwarna biru dan kuning dengan relief teks "DITJEN",
"PAJAK";

c. blok gelombang warna kuning di sebelah kanan gambar Garuda;

d. cetakan utama mempunyai sifat dapat diraba dengan warna biru dan hitam (atau hijau) terdiri dari:
1. teks "METERAI", "TEMPEL" berada di bagian bawah;
2. angka nominal 3000 (tiga ribu) dan teks "TIGA RIBU RUPIAH" berada di atasnya dengan
warna gradasi warna merah dan hitam berada di sebelah kiri atas;
3. lambang Negara Republik Indonesia berada di sebelah kanan dengan warna merah dan hitam;
dan
4. ornamen-ornamen tradisional, roset yang dibentuk oleh garis-garis positif dan negatif, disertai
mikroteks "PAJAKPAJAK" dengan warna gradasi merah dan hitam berada di bagian bawah
mengelilingi teks "METERAI", "TEMPEL";

e. terdapat foil hologram berupa strip dengan ukuran 5 mm x 24 mm yang memuat gambar logo Ditjen
Pajak, teks "RI" dan teks "PAJAK" yang masing-masing terlihat utuh atau tidak utuh;

f. jenis kertas sekuriti meterai tempel, warna putih, berlapis pada satu sisi dengan berat dasar sekitar
84 gr/m2, memiliki serat-serat tampak berwarna biru, dan bagian belakang kertas mengandung
perekat yang berwarna kehijau-hijauan;

g. terdapat lubang perforasi berbentuk oval disisi kiri dan kanan (di antara perforasi berbentuk bulat) dan
perforasi berbentuk bintang di tengah cetakan yang dapat diketahui dengan menerawangkan cetakan;

h. menggunakan kertas sekuriti UV dull yang memiliki serat-serat tak tampak yang akan memendar biru
dan kuning di bawah sinar Ultra Violet;

i. terdapat cetakan tak tampak berupa blok diapositip teks "DITJEN PAJAK" yang akan memendar merah
di bawah sinar Ultra Violet;

j. terdapat blok bergelombang yang berwarna merah, dimana pada bagian atasnya akan memendar
kemerahan sedangkan pada bagian bawah akan memendar kekuningan bila dilihat di bawah sinar
Ultra Violet;

k. terdapat latent image huruf "M" pada elemen hiasan di atas gambar garuda yang terlihat pada
kemiringan tertentu (kurang lebih 15°); dan

l. terdapat mikroteks "PAJAKPAJAK" yang dicetak menggunakan huruf yang sangat halus dan hanya
dapat diamati dengan loupe.


Pasal 2

Bentuk, ukuran, warna, dan desain Meterai Tempel Tahun 2005 nominal Rp. 6.000,00 (enam ribu rupiah)
adalah sebagai berikut :

a. bentuk meterai tempel nominal Rp. 6.000,00 (enam ribu rupiah) adalah segi empat dengan ukuran
32 mm x 24 mm;

b. cetakan dasar terdiri dari garis-garis yang berwarna biru dan merah dengan relief teks "DITJEN",
"PAJAK";

c. blok bergelombang warna merah di sebelah kanan gambar Garuda;

d. cetakan utama mempunyai sifat dapat diraba dengan merah dan hitam terdiri dari:
1. teks "METERAI", "TEMPEL" berada di bagian bawah;
2. angka nominal 6000 (enam ribu) dan teks "ENAM RIBU RUPIAH" berada di atasnya dengan
warna gradasi biru dan hitam berada di sebelah kiri atas;
3. lambang Negara Republik Indonesia berada di sebelah kanan dengan warna hitam; dan
4. ornamen yang dibentuk oleh garis-garis positif dan negatif, disertai mikroteks "PAJAKPAJAK"
dengan warna gradasi biru dan hitam berada di bagian bawah mengelilingi teks "METERAI",
"TEMPEL";

e. terdapat foil hologram berupa strip dengan ukuran 5 mm x 24 mm yang memuat gambar logo Ditjen
Pajak, teks "RI" dan teks "PAJAK" yang masing-masing terlihat utuh atau tidak utuh;

f. jenis kertas sekuriti meterai tempel, warna putih, berlapis pada satu sisi dengan berat dasar sekitar
84 gr/m2, memiliki serat-serat tampak berwarna biru dan bagian belakang kertas mengandung
perekat yang berwarna kehijau-hijauan;

g. terdapat lubang perforasi berbentuk oval disisi kiri dan kanan (di antara perforasi berbentuk bulat) dan
perforasi berbentuk bintang di tengah cetakan yang dapat diketahui dengan menerawangkan cetakan;

h. menggunakan kertas sekuriti UV dull yang memiliki serat-serat tak tampak yang akan memendar biru
dan kuning di bawah sinar Ultra Violet;

i. terdapat cetakan tak tampak berupa blok diapositip teks "DITJEN PAJAK" yang akan memendar merah
di bawah sinar Ultra Violet;

j. terdapat blok bergelombang yang berwarna merah, dimana pada bagian atasnya akan memendar
kemerahan sedangkan pada bagian bawah akan memendar kekuningan bila dilihat di bawah sinar
Ultra Violet;

k. terdapat lutent image huruf "M" pada elemen hiasan di atas gambar garuda yang terlihat pada
kemiringan tertentu (kurang lebih 15°); dan

l. terdapat mikroteks "PAJAKPAJAK" yang dicetak menggunakan huruf yang sangat halus dan hanya
dapat diamati dengan loupe.


Pasal 3

Meterai tempel yang menggunakan desain sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
323/KMK.03/2002 tentang Bentuk, Ukuran, dan Warna Benda Meterai Desain Tahun 2002, masih dapat
dipergunakan sampai dengan tanggal 30 September 2005.


Pasal 4

Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor
323/KMK.03/2002 tentang Bentuk, Ukuran, dan Warna Benda Meterai Desain Tahun 2002, dinyatakan tidak
berlaku.


Pasal 5

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2005.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 22 Februari 2005
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

JUSUF ANWAR




KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 323/KMK.03/2002

TENTANG

RALAT KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 323/KMK.03/2002
TANGGAL 3 JULI 2002 TENTANG BENTUK, UKURAN, DAN WARNA BENDA METERAI DISAIN TAHUN 2002

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Berhubung dalam Keputusan Menteri Keuangan tersebut terdapat kekeliruan, maka dengan ini diadakan ralat
sebagai berikut:

I. Pada Pasal 3 huruf c angka 1 tertulis:

"1. Pada pojok kiri atas terdapat cetakan berbentuk segi sepuluh (dexagonal) yang memuat
Gambar Burung Garuda Pancasila di tengah-tengah lingkaran oval dengan angka tahun
percetakan tertulis di bagian atas Burung Garuda."

seharusnya:

"1. Pada pojok kiri atas terdapat cetakan berbentuk segi delapan (oktagonal) yang memuat
gambar Burung Garuda Pancasila di tengah-tengah lingkaran oval dengan angka tahun
percetakan tertulis di bagian atas Burung Garuda."

II. Pada Pasal 4 huruf c angka 1 tertulis:

"1. Pada pojok kiri atas terdapat cetakan berbentuk segi sepuluh (dexagonal) yang memuat
Gambar Burung Garuda Pancasila di tengah-tengah lingkaran oval dengan angka tahun
percetakan tertulis di bagian atas Burung Garuda."

seharusnya:

"1. Pada pojok kiri atas terdapat cetakan berbentuk segi delapan (oktagonal) yang memuat
gambar Burung Garuda Pancasila di tengah-tengah lingkaran oval dengan angka tahun
percetakan tertulis di bagian atas Burung Garuda."

Dengan ralat ini, maka kekeliruan tersebut dianggap telah dibetulkan.





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 September 2002
A.n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
SEKRETARIS JENDERAL

ttd

AGUS HARYANTO



PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2000

TENTANG

PERUBAHAN TARIF BEA METERAI DAN BESARNYA BATAS
PENGENAAN HARGA NOMINAL YANG DIKENAKAN BEA METERAI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa dalam rangka pembangunan nasional maka peran serta segenap masyarakat perlu ditingkatkan
dalam menghimpun dana pembiayaan yang sumbernya sebagian besar dari sektor perpajakan;
b. besarnya tarif Bea Meterai dan besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan Bea Meterai yang
berlaku sekarang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan sosial ekonomi masyarakat;
c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, dipandang perlu untuk mengatur kembali mengenai
besarnya tarif Bea Meterai dan besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan Bea Meterai;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 69,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3313);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN TARIF BEA METERAI DAN BESARNYA
BATAS PENGENAAN HARGA NOMINAL YANG DIKENAKAN BEA METERAI.


Pasal 1

Dokumen yang dikenakan Bea Meterai berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai
adalah dokumen yang berbentuk :
a. surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian
mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata;
b. akta-akta Notaris termasuk salinannya;
c. akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap-rangkapnya;
d. surat yang memuat jumlah uang, yaitu :
1) yang menyebutkan penerimaan uang;
2) yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di Bank;
3) yang berisi pemberitahuan saldo rekening di Bank; atau
4) yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau
diperhitungkan;
e. surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep; atau
f. dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, yaitu :
1) surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
2) surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk
tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari maksud semula.


Pasal 2

(1) Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a, huruf b, huruf e, dan huruf f dikenakan Bea
Meterai dengan tarif Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah).

(2) Dokumen sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 huruf d dan huruf e :
a. yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah),
tidak dikenakan Bea Meterai;
b. yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) sampai
dengan Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,00
(tiga ribu rupiah);
c. yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), dikenakan Bea Meterai
dengan tarif sebesar Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah).


Pasal 3

Cek dan Bilyet Giro dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,00 (tiga ribu rupiah) tanpa batas
pengenaan besarnya harga nominal.


Pasal 4

(1) Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal sampai dengan
Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,00 (tiga ribu
rupiah), sedangkan yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dikenakan
Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah).

(2) Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat kolektif yang
mempunyai jumlah harga nominal sampai dengan Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dikenakan Bea
Meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,00 (tiga ribu rupiah) sedangkan yang mempunyai harga nominal
lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 6.000,00
(enam ribu rupiah).


Pasal 5

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
1995 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai, dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 6

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan.


Pasal 7

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 2000.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 April 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

ABDURRAHMAN WAHID

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 April 2000
Pj. SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BONDAN GUNAWAN



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 51





PENJELASAN
ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2000

TENTANG

PERUBAHAN TARIF BEA METERAI DAN BESARNYA BATAS
PENGENAAN HARGA NOMINAL YANG DIKENAKAN BEA METERAI

UMUM

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang
menjunjung tinggi hak dan kewajiban yang sama kepada semua Warga Negara untuk berperan serta dalam
pembangunan.

Dalam rangka menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan untuk meningkatkan keikutsertaan segenap
warga masyarakat untuk berperan serta menghimpun dana pembangunan, maka salah satu cara dalam
mewujudkannya adalah dengan memenuhi kewajiban pembayaran Bea Meterai atas dokumen-dokumen
tertentu yang digunakan.

Besarnya tarif Bea Meterai yang berlaku sekarang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan sosial
ekonomi masyarakat sehingga perlu dilakukan penyesuaian yang wajar. Sesuai dengan Pasal 3 Undang-undang
Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai, dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan besarnya tarif
Bea Meterai dan besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan Bea Meterai, dapat ditiadakan,
diturunkan, dinaikkan setinggi-tingginya 6 (enam) kali.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka perlu diatur kembali mengenai besarnya tarif Bea Meterai dan
besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan Bea Meterai dengan Peraturan Pemerintah.


PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Huruf a

Pihak-pihak yang memegang surat perjanjian atau surat-surat lainnya tersebut, dibebani
kewajiban untuk membayar Bea Meterai atas surat perjanjian atau surat-surat yang
dipegangnya.

Yang dimaksud surat-surat lainnya pada huruf a ini antara lain surat kuasa, surat hibah, dan
surat pernyataan.

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d dan huruf e

Jumlah uang ataupun harga nominal yang disebut dalam huruf d dan huruf e ini juga meliputi
jumlah uang ataupun harga nominal yang dinyatakan dalam mata uang asing.

Untuk menentukan nilai rupiahnya, maka jumlah uang atau harga nominal tersebut dikalikan
dengan nilai tukar (kurs) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat
dokumen itu dibuat, sehingga dapat diketahui apakah dokumen tersebut dikenakan atau tidak
dikenakan Bea Meterai.

Huruf f

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengenakan Bea Meterai atas surat-surat yang semula tidak
kena Bea Meterai, tetapi karena kemudian digunakan sebagai alat pembuktian di muka
pengadilan, maka lebih dahulu harus dilakukan pemeteraian kemudian.

Angka 1)

Surat-surat yang dimaksud huruf f angka 1 ini tidak untuk tujuan sesuatu pembuktian,
misalnya seseorang mengirim surat biasa kepada orang lain untuk menjualkan sebuah
barang. Surat semacam ini pada saat dibuat tidak kena Bea Meterai, tetapi apabila
kemudian dipakai sebagai alat pembuktian di muka pengadilan, maka terlebih dahulu
dilakukan pemeteraian kemudian.

Surat-surat kerumahtanggaan, misalnya daftar harga barang. Daftar ini dibuat tidak
dimaksudkan untuk digunakan sebagai alat pembuktian, oleh karena itu tidak
dikenakan Bea Meterai. Apabila kemudian ada sengketa dan daftar harga barang ini
digunakan sebagai alat pembuktian, maka daftar harga ini terlebih dahulu dilakukan
pemeteraian kemudian.

Angka 2)

Surat-surat yang dimaksud dalam huruf f angka 2 ini ialah surat-surat yang karena
tujuannya tidak dikenakan Bea Meterai, tetapi apabila tujuannya kemudian diubah
maka surat yang demikian itu dikenakan Bea Meterai.

Misalnya tanda penerimaan uang yang dibuat dengan tujuan untuk keperluan intern
organisasi tidak dikenakan Bea Meterai. Apabila kemudian tanda penerimaan uang
tersebut digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan, maka tanda
penerimaan uang tersebut harus dilakukan pemeteraian kemudian terlebih dahulu.

Pasal 2

Ayat (1)

Dokumen sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) yang dikenakan Bea Meterai dengan
tarif Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah) adalah dokumen yang semula berdasarkan Undang-
undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai dikenakan Bea Meterai dengan tarif
sebesar Rp 1.000,00 (seribu rupiah). Kemudian dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun
1995 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar
Rp 2.000,00 (dua ribu rupiah).

Ayat (2)

Huruf a

Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a yang tidak dikenakan
Bea Meterai adalah dokumen yang semula berdasarkan Undang-undang Nomor 13
Tahun 1985 tentang Bea Meterai dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar
Rp 500,00 (lima ratus rupiah). Kemudian dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun
1995 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai tidak dikenakan Bea Meterai;

Huruf b

Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b yang dikenakan Bea
Meterai dengan tarif Rp 3.000,00 (tiga ribu rupiah) adalah dokumen yang semula
berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai dikenakan
Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 500,00 (lima ratus rupiah). Kemudian dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai
dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 1.000,00 (seribu rupiah);

Huruf c

Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c yang dikenakan Bea
Meterai dengan tarif Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah) adalah dokumen yang semula
berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai dikenakan
Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 1.000,00 (seribu rupiah), kemudian dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai
dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 2.000,00 (dua ribu rupiah).

Pasal 3

Dalam Pasal ini ditetapkan penggunaan Bea Meterai dengan tarif tunggal atas Cek dan Bilyet Giro
sebesar Rp 3.000,00 (tiga ribu rupiah).

Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan otomasi kliring, maka pengenaan tarif Bea Meterai sebesar
Rp 3.000,00 (tiga ribu rupiah) tersebut dengan tidak memperhatikan besarnya harga nominal dari Cek
dan Bilyet Giro. Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan kliring, Bank cukup menyediakan 1 (satu)
macam bentuk buku Cek dan 1 (satu) macam bentuk buku Bilyet Giro.

Semula berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai atas Cek dan Bilyet
Giro dikenakan Bea Meterai sebesar Rp 500,00 (lima ratus rupiah) dan Rp 1.000,00 (seribu rupiah),
dengan memperhatikan besarnya harga nominal. Kemudian dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13
Tahun 1989 tentang Perubahan Besarnya Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Harga Nominal yang
Dikenakan Bea Meterai atas Cek dan Bilyet Giro, diubah menjadi Rp 500,00 (lima ratus rupiah),
dengan tidak memperhatikan besarnya harga nominal. Terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor
7 Tahun 1995 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai, diubah menjadi Rp 1.000,00 (seribu rupiah),
dengan tidak memperhatikan besarnya harga nominal.

Pasal 4

Ayat (1)

Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
dikenakan Bea Meterai berdasarkan harga nominal per lembar.

Ayat (2)

Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat kolektif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dikenakan Bea Meterai berdasarkan jumlah
harga nominal dari sekumpulan efek tersebut.

Pasal 5

Cukup jelas

Pasal 6

Pelaksanaan teknis yang diatur oleh Menteri Keuangan antara lain bentuk, ukuran, dan warna benda
meterai, tata cara pelunasan Bea Meterai, pengadaan dan pengelolaan Benda Meterai.

Pasal 7

Cukup jelas



TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3950



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 1985

TENTANG

BEA METERAI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa Pembangunan Nasional menuntut keikutsertaan segenap warganya untuk berperan
menghimpun dana pembiayaan yang memadai, terutama harus bersumber dari kemampuan
dalam negeri, hal mana merupakan perwujudan kewajiban kenegaraan dalam rangka mencapai
tujuan Pembangunan Nasional;

b. bahwa Bea Meterai yang selama ini dipungut berdasarkan Aturan Bea Meterai 1921
(Zegelverordening 1921) tidak sesuai lagi dengan keperluan dan perkembangan keadaan
di Indonesia;

c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu diadakan pengaturan kembali tentang Bea
Meterai yang lebih bersifat sederhana dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat;

d. bahwa untuk mencapai maksud tersebut di atas perlu dikeluarkan undang-undang baru
mengenai Bea Meterai yang menggantikan Aturan Bea Meterai 1921 (Zegelverordening 1921);

Menimbang :

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262);

Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Dengan mencabut Aturan Bea Meterai 1921 (Zegelverordening 1921) (Staatsblad Tahun 1921 Nomor 498)
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 2 Prp Tahun 1965
(Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 121), yang telah ditetapkan menjadi Undang-undang dengan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1969 (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 38).

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG BEA METERAI


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

(1) Dengan nama Bea Meterai dikenakan pajak atas dokumen yang disebut dalam Undang-undang
ini.

(2) Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

a. Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud
tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang
berkepentingan;

b. Benda meterai adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Republik Indonesia;

c. Tandatangan adalah tandatangan sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk pula
parap, teraan atau cap tandatangan atau cap parap, teraan cap nama atau tanda
lainnya sebagai pengganti tandatangan;

d. Pemeteraian kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Meterai yang dilakukan oleh
Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea Meterai-nya belum dilunasi
sebagaimana mestinya;

e. Pejabat Pos adalah Pejabat Perusahaan Umum Pos dan Giro yang diserahi tugas
melayani permintaan pemeteraian kemudian.


BAB II
OBYEK, TARIF, DAN YANG TERHUTANG BEA METERAI

Pasal 2

(1) Dikenakan Bea Meterai atas dokumen yang berbentuk :

a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan
sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat
perdata;

b. akta-akta notaris termasuk salinannya;

c. akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya;

d. surat yang yang memuat jumlah uang lebih dari Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) :
1) yang menyebutkan penerimaan uang;
2) yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening
di bank;
3) yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
4) yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah
dilunasi atau diperhitungkan;

e. surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek yang harga nominalnya lebih
dari Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah);

f. efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya lebih dari
Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah).

(2) Terhadap dokumen sebagaimana dalam ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan
huruf f dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp.1.000,- (seribu rupiah).

(3) Dikenakan pula Bea Meterai sebesar Rp.1000,- (seribu rupiah) atas dokumen yang akan
digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan:
a. surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
b. surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika
digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dari maksud semula;

(4) Terhadap dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f, yang
mempunyai harga nominal lebih dari Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) tetapi tidak lebih dari
Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp.500,- (lima ratus rupiah)
dan apabila harga nominalnya tidak lebih dari Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) tidak terhutang
Bea Meterai.


Pasal 3

Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan besarnya tarif Bea Meterai dan besarnya batas pengenaan
harga nominal yang dikenakan Bea Meterai, dapat ditiadakan, diturunkan, dinaikkan setinggi-tingginya
enam kali atas dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.


Pasal 4

Tidak dikenakan Bea Meterai atas :

a. dokumen yang berupa :
1) surat penyimpanan barang;
2) konosemen;
3) surat angkutan penumpang dan barang;
4) keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam
angka 1), angka 2), dan angka 3);
5) bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang;
6) surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;
7) surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) sampai angka 6).

b. segala bentuk Ijazah;

c. tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang ada
kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan
pembayaran itu;

d. tanda bukti penerimaan uang Negara dari kas Negara, Kas Pemerintah Daerah, dan bank;

e. kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan
itu dari Kas Negara, Kas Pemerintahan Daerah dan bank;

f. tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi;

g. dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh
bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut;

h. surat gadai yang diberikan oleh Perusahaan Jawatan Pegadaian;

i. tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam bentuk apapun.


Pasal 5

Saat terhutang Bea Meterai ditentukan dalam hal :
a. dokumen yang dibuat oleh satu pihak, adalah pada saat dokumen itu diserahkan;
b. dokumen yang dibuat oleh lebih dari salah satu pihak, adalah pada saat selesainya dokumen
itu dibuat;
c. dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat digunakan di Indonesia.


Pasal 6

Bea Meterai terhutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari dokumen,
kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.


BAB III
BENDA METERAI, PENGGUNAAN, DAN CARA PELUNASANNYA

Pasal 7

(1) Bentuk, ukuran, warna meterai tempel, dan kertas meterai, demikian pula pencetakan,
pengurusan, penjualan serta penelitian keabsahannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

(2) Bea Meterai atas dokumen dilunasi dengan cara :
a. menggunakan benda meterai;
b. menggunakan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

(3) Meterai tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas dokumen yang
dikenakan Bea Meterai.

(4) Meterai tempel direkatkan di tempat dimana tanda tangan akan dibubuhkan.

(5) Pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukan
dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan ada di atas kertas
dan sebagian lagi di atas meterai tempel.

(6) Jika digunakan lebih dari satu meterai tempel, tanda tangan harus dibubuhkan sebagian di atas
semua meterai tempel dan sebagian di atas kertas.

(7) Kertas meterai yang sudah digunakan, tidak boleh digunakan lagi.

(8) Jika isi dokumen yang dikenakan Bea Meterai terlalu panjang untuk dimuat seluruhnya di atas
meterai yang digunakan, maka untuk bagian isi yang masih tertinggal dapat digunakan kertas
tidak bermeterai.

(9) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (8) tidak
dipenuhi, dokumen yang bersangkutan dianggap tidak bermeterai.


Pasal 8

(1) Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang Bea Meterainya tidak atau kurang
dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi sebesar 200% (dua ratus persen)
dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar.

(2) pemegang dokumen atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus melunasi Bea
Meterai yang terhutang berikut dendanya dengan cara pemeteraian-kemudian.


Pasal 9

Dokumen yang dibuat di luar negeri pada saat digunakan di Indonesia harus telah dilunasi bea Meterai
yang terhutang dengan cara pemeteraian-kemudian.


Pasal 10

Pemeteraian-kemudian atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), Pasal 8, dan
Pasal 9 dilakukan oleh Pejabat Pos menurut tata cara yang tetapkan oleh Menteri Keuangan.


BAB IV
KETENTUAN KHUSUS

Pasal 11

(1) Pejabat pemerintah, hakim, panitera, jurusita, notaris, dan pejabat umum lainnya,
masing-masing dalam tugas atau jabatannya tidak dibenarkan :
a. menerima, mempertimbangkan atau menyimpan dokumen yang Bea Meterai-nya atau
kurang dibayar;
b. meletakan dokumen yang Bea Meterai-nya tidak atau kurang dibayar sesuai dengan
tarifnya pada dokumen lain yang berkaitan;
c. membuat salinan, tembusan, rangkapan atau petikan dari dokumen yang Bea
Meterai-nya tidak atau kurang dibayar;
d. memberikan keterangan atau catatan pada dokumen yang tidak atau kurang dibayar
sesuai dengan tarif Bea Meterai-nya

(2) Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikenakan
sanksi administratif dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Pasal 12

Kewajiban pemenuhan Bea Meterai dan denda administrasi yang terhutang menurut Undang-undang ini
daluwarsa setelah lampau waktu lima tahun, terhitung sejak tanggal dokumen dibuat.


BAB V
KETENTUAN PIDANA

Pasal 13

Dipidana sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana :

a. barangsiapa meniru atau memalsukan meterai tempel dan kertas meterai atau meniru dan
memalsukan tanda tangan yang perlu untuk mensahkan meterai;

b. barangsiapa dengan sengaja menyimpan dengan maksud untuk diedarkan atau memasukan
ke Negara Indonesia meterai palsu, yang dipalsukan atau yang dibuat dengan melawan hak;

c. barangsiapa dengan sengaja menggunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan
untuk dijual atau dimasukan ke Negara Indonesia meterai yang mereknya, capnya,
tanda-tangannya, tanda sahnya atau tanda waktunya mempergunakan telah dihilangkan
seolah-olah meterai itu belum dipakai dan atau menyuruh orang lain menggunakan dengan
melawan hak;

d. barang siapa menyimpan bahan-bahan atau perkakas-perkakas yang diketahuinya digunakan
untuk melakukan salah satu kejahatan untuk meniru dan memalsukan benda meterai.


Pasal 14

(1) Barang siapa dengan sengaja menggunakan cara lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (2) huruf b tanpa izin Menteri Keuangan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya
7 (tujuh) tahun.

(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan.


BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 15

(1) Atas dokumen yang tidak atau kurang dibayar Bea Meterainya yang dibuat sebelum
Undang-undang ini berlaku, bea meterainya tetap terhutang berdasarkan aturan Bea
Meterai 1921 (Zegelverordening 1921).

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri Keuangan.


Pasal 16

Selama peraturan pelaksanaan Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan pelaksanaan
berdasarkan Aturan Bea Meterai 1921 (Zegelverordening 1921) yang tidak bertentangan dengan
Undang-undang ini yang belum dicabut dan diganti dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan
tanggal 31 Desember 1988.


BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 17

Pelaksanaan Undang-undang ini selanjutnya akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 18

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1986.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran negara Republik Indonesia




Disahkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 1985
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 1985
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd

SUDHARMONO, S.H.




LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1985 NOMOR 69






PENJELASAN
ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 1985

TENTANG

BEA METERAI

UMUM

Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang
Dasar 1945 memberikan hak dan kewajiban yang sama kepada semua Warga Negara untuk
berperan serta dalam pembangunan Nasional.

Salah satu cara dalam mewujudkan peran serta masyarakat tersebut adalah dengan memenuhi
kewajiban pembayaran atas pengenaan Bea Meterai terhadap dokumen-dokumen tertentu yang
digunakan.

Pengaturan pengenaan bea Meterai selama ini yang terdapat dalam Aturan Bea Meterai 1921
(Zegelverordening 1921) (staatsblad Tahun 1921 Nomor 498) sebagaimana telah beberapa kali diubah,
terakhir dengan Undang-undang Nomor 2 Prp Tahun 1965 (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 121),
yang telah ditetapkan menjadi Undang-undang dengan Undang-undang No 7 Tahun 1969 (Lembaran
Negara Tahun 1969 Nomor 38) tidak sesuai lagi dengan keperluan dan perkembangan keadaan
di Indonesia sehingga perlu disederhanakan.

Untuk itu Undang-undang ini tidak lagi mencantumkan Bea Meterai menurut luas kertas dan Bea Meterai
sebanding melainkan hanya Bea Meterai tetap yang besarnya Rp.1.000,- (seribu rupiah) dan
Rp 500,- (lima ratus rupiah).

Selanjutnya untuk kesederhanaan dan kemudahan pemenuhan Bea Meterai maka pelunasannya cukup
dilakukan dengan menggunakan meterai tempel dan kertas meterai, sehingga masyarakat tidak perlu
lagi datang ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak, untuk memperoleh Surat Kuasa Untuk Menyetor
(SKUM).

Yang dikenakan Bea Meterai dibatasi pada dokumen-dokumen yang disebut dalam Undang-undang ini,
yang dipakai oleh masyarakat dalam lalu lintas hukum.

Untuk melunasi Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar beserta dendanya (jika ada) dilakukan
dengan cara pemeteraian kemudian (nexegeling).


PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 2

Ayat (1)

Huruf a

Pihak-pihak yang memegang surat perjanjian atau surat-surat lainnya tersebut,
dibebani kewajiban untuk membayar Bea Meterai atas surat perjanjian atau
surat-surat yang dipegangnya.

Yang dimaksud surat-surat lainnya pada huruf a ini antara lain surat kuasa,
surat hibah, surat pernyataan.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d, huruf e, dan huruf f

Jumlah uang ataupun harga nominal yang disebut dalam huruf d, huruf e, dan
huruf f ini juga dimaksudkan jumlah uang ataupun harga nominal yang
dinyatakan dalam mata uang asing.

Untuk menentukan nilai rupiahnya maka jumlah uang atau harga nominal
tersebut dikalikan dengan nilai tukar yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
yang berlaku pada saat dokumen itu dibuat, sehingga dapat diketahui apakah
dokumen tersebut dikenakan atau tidak dikenakan Bea Meterai.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Ayat ini dimaksudkan untuk mengenakan Bea Meterai atas surat-surat yang semula
tidak kena Bea Meterai, tetapi karena kemudian digunakan sebagai alat pembuktian
di muka pengadilan maka lebih dahulu harus dilakukan pemeteraian-kemudian.

Huruf a

Surat-surat biasa yang dimaksud dalam huruf a ayat ini dibuat tidak untuk tujuan
sesuatu pembuktian misalnya seseorang mengirim surat biasa kepada orang
lain untuk menjualkan sebuah barang.

Surat semacam ini pada saat dibuat tidak kena Bea Meterai, tetapi apabila
kemudian dipakai sebagai alat pembuktian dimuka Pengadilan, maka terlebih
dahulu dilakukan pemeteraian-kemudian.

Surat-surat kerumahtanggaan misalnya daftar barang.
Daftar ini dibuat tidak dimaksudkan untuk digunakan sebagai alat pembuktian,
oleh karena itu tidak dikenakan Bea Meterai.

Apabila kemudian ada sengketa dan daftar harga barang ini digunakan sebagai
alat pembuktian, maka daftar harga barang ini terlebih dahulu dilakukan
pemeteraian-kemudian.

Huruf b

Surat-surat yang dimaksud dalam huruf b ayat ini ialah surat-surat yang karena
tujuannya tidak dikenakan Bea Meterai, tetapi apabila tujuannya kemudian
diubah maka surat yang demikian itu dikenakan Bea Meterai.

Misalnya tanda penerimaan tidak dikenakan Bea Meterai. Apabila kemudian
tanda penerimaan uang tersebut digunakan sebagai alat pembuktian di muka
Pengadilan, maka tanda penerimaan uang tersebut harus dilakukan
pemeteraian-kemudian terlebih dahulu.

Ayat (4)

Lihat penjelasan ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f.

Pasal 3

Cukup jelas

Pasal 4

Huruf a

Angka 1

Cukup jelas.

Angka 2

Cukup jelas

Angka 3

Cukup jelas

Angka 4

Cukup jelas

Angka 5

Cukup jelas

Angka 6

Cukup jelas

Sebagai contoh surat perjanjian jual beli.
Bea Meterai terhutang pada saat ditandatanganinya perjanjian tersebut.

Huruf c

Cukup jelas


Pasal 5

Huruf a

Saat terhutang Bea Meterai atas dokumen yang termasuk pada huruf a, adalah pada
saat dokumen itu diserahkan dan diterima oleh pihak untuk siapa dokumen itu dibuat,
bukan pada saat ditandatangani, misalnya kuintansi, cek, dan sebagainya.

Huruf b

Saat terhutang Bea Meterai atas dokumen yang termasuk pada huruf b, adalah pada saat
dokumen itu telah selesai dibuat, yang ditutup dengan pembubuhan tanda tangan dari
yang bersangkutan. Sebagai contoh surat perjanjian jual beli. Bea Meterai terhutang pada
saat ditandatanganinya perjanjian tersebut.

Huruf c

Cukup jelas

Pasal 6

Dalam hal dokumen dibuat sepihak, misalnya kuitansi, Bea Meterai terhutang oleh penerima
kuitansi.

Dalam hal dokumen dibuat oleh 2 (dua) pihak atau lebih, misalnya surat perjanjian di bawah
tangan, maka masing-masing pihak terhutang Bea Meterai atas dokumen yang diterimanya.

Jika surat perjanjian dibuat dengan Akta Notaris, maka Bea Meterai yang terhutang baik atas asli
sahih yang disimpan oleh Notaris maupun salinannya yang diperuntukkan pihak-pihak yang
bersangkutan terhutang oleh pihak-pihak yang mendapat manfaat dari dokumen tersebut, yang
dalam contoh ini adalah pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.

Jika pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain, maka Bea Meterai terhutang
oleh pihak atau pihak-pihak yang ditentukan dalam dokumen tersebut.

Pasal 7

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Pada umumnya Bea Meterai atas dokumen dilunasi dengan benda meterai menurut
tarif yang ditentukan dalam Undang-undang ini.

Disamping itu dengan Keputusan Menteri Keuangan dapat ditetapkan cara lain bagi
pelunasan Bea Meterai, misalnya membubuhkan tanda-tera sebagai pengganti benda
meterai di atas dokumen dengan mesin-teraan, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang ditentukan untuk itu.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Yang sejenis dengan tinta misalnya pensil tinta, ballpoint dan sebagainya.

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Ayat ini menegaskan bahwa sehelai kertas meterai hanya dapat digunakan untuk sekali
pemakaian, sekalipun dapat saja terjadi tulisan atau keterangan yang dimuat dalam
kertas meterai tersebut hanya menggunakan sebagian saja dari kertas meterai.

Andaikata bagian yang masih kosong atau tidak terisi tulisan atau keterangan, akan
dimuat tulisan atau keterangan lain, maka atas pemuatan tulisan atau keterangan lain
tersebut terhutang Bea Meterai tersendiri yang besarnya disesuaikan dengan besarnya
tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

Jika sehelai kertas meterai karena sesuatu hal tidak jadi digunakan dan dalam hal ini
belum ditandatangani oleh pembuat atau yang berkepentingan, sedangkan dalam kertas
meterai telah terlanjur ditulis dengan beberapa kata atau kalimat yang belum merupakan
suatu dokumen yang selesai dan kemudian tulisan yang ada pada kertas meterai
tersebut dicoret dan dimuat tulisan atau keterangan baru maka kertas meterai yang
demikian dapat digunakan dan tidak perlu dibubuhi meterai lagi.

Ayat (8)

Cukup jelas

Ayat (9)

Cukup jelas

Pasal 8

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 9

Dokumen yang dibuat di luar negeri tidak dikenakan Bea Meterai sepanjang tidak digunakan di
Indonesia.

Jika dokumen tersebut hendak digunakan di Indonesia harus dibubuhi meterai terlebih dahulu
yang besarnya sesuai dengan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dengan cara
pemeteraian-kemudian tanpa denda.

Namun apabila dokumen tersebut baru dilunasi Bea Meterainya sesudah digunakan, maka
pemeteraian-kemudian dilakukan berikut dendanya sebesar 200% (dua ratus persen).

Pasal 10

Cukup jelas

Pasal 11

Cukup jelas

Pasal 12

Ditinjau dari segi kepastian hukum daluwarsa 5 lima) tahun dihitung sejak tanggal dokumen
dibuat, berlaku untuk seluruh dokumen termasuk kuitansi.

Pasal 13

Cukup jelas

Pasal 14

Ayat (1)

Melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 7 ayat (2) tanpa
izin Menteri Keuangan, akan menimbulkan keuntungan bagi pemilik atau yang
menggunakannya, dan sebaliknya akan menimbulkan kerugian bagi Negara.

Oleh karena itu harus dikenakan sanksi pidana berupa hukuman setimpal dengan
kejahatan yang diperbuatnya.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 15

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 16

Cukup jelas

Pasal 17

Cukup jelas

Pasal 18

Cukup jelas




TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3313

No comments:

Post a Comment